Namanya Rara, siswi SMA Pelita Jaya yang di nobatkan sebagai murid termalas periode 2020. Gaya fashion nya yang terbilang aneh juga selalu jadi pusat perhatian. Seperti hari ini, padahal semua orang tahu kalau sekarang adalah musim kemarau. Tapi, Rara malah memakai hoodie kesayangannya yang berwarna putih kecoklatan--alias putih buluk, kebayang kan pengapnya kayak gimana?
Jam istirahat sudah dimulai 10 menit yang lalu. Hampir semua murid sedang berdesakkan di kantin sekolah untuk mengisi amunisi, sedang lainnya bertahan di kelas karena membawa bekal sendiri. Lagi, namanya Rara, paling berbeda. Dia malah memilih tidur di kelas, dengan buku yang menutupi wajahnya.
"Orang lain yang liat pasti ngira lo itu bibliophile. Padahal aslinya make buku buat nutupin muka bantal penuh iler."
Suara seseorang mengusik ketenangan Rara. Buku yang tadinya digunakan Rara untuk menutupi wajahnya berpindah ke genggaman Dito, si pemilik suara tadi.
"Bacot, Dit. Ganggu orang tidur aja." ucap Rara sebal.
Dito terkekeh, ia menarik kursi yang berada di depan meja Rara, lalu mendudukinya. Dipandangi gadis di depannya, Rara Ghanisa. Adik kelas sekaligus tetangga rumahnya yang sekarang hobi tidur. Gemas, tangannya mengacak-acak rambut Rara yang lurus sebahu.
"Buku tuh dibaca, Ra. Biar pinter."
Rara melirik sebal, rambut yang tidak pernah di sisirnya semakin tidak karuan bentuknya. "Ntar kalo gue pinter, bumi gonjang-ganjing." balas Rara seraya bangun dari kursi dan bergegas pergi.
"Loh, Ra. Mau kemana?"
"Boker." Tandas Rara
°°°
Jam dinding menunjukkan pukul tujuh malam. Rara sedang menyiapkan meja untuk makan malam. Satu persatu piring ia letakkan sesuai dengan tempat duduk yang tersedia.
Satu, dua, tiga, empat, selesai! Batinnya.
Rara tersenyum senang, ia mulai menyendokkan nasi goreng sosis buatannya ke dalam mulutnya. Namun, tiba-tiba wajahnya berubah murung, ia kembali teringat ucapan Bu Syndi--Wali kelasnya.
"Bu, tadi siang Rara di panggil wali kelas. Katanya nilai Rara jelek banget, padahal sebentar lagi kenaikan kelas. Terus, gurunya tadi bilang, kalau dia tahu waktu SMP Rara itu pernah pintar. Ha-ha lucu ya, bu?"
Rara menghembuskan nafas, menengadahkan wajahnya ke atas agar air matanya tidak jatuh. "Dia sok tahu ya, bu? Rara yang dulu udah lama mati, terkubur bersama jasad ibu."
Kegiatan makan malamnya berakhir dengan tangisan Rara yang pecah, suaranya terdengar pilu dan menyayat hati. Namun tetap saja, tidak ada yang mengelus bahunya untuk menenangkannya, tidak ada yang memeluk erat dan mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja.
"Andai dulu ibu gak nyelamatin Rara dari kecelakaan itu, pasti sekarang ibu masih hidup. Bapak dan abang gak akan pergi dari rumah ini. Harusnya Rara yang mati." Lirihnya seraya melukis garis-garis tak beraturan di pergelangan tangan hingga cairan kental berwarna merah perlahan menetes dan mengotori meja makan yang sepi.